Rabu, 04 Desember 2024

Sebelum Berpidato di Depan Umum, Berikut Tahap-tahap yang Harus Dipersiapkan

PERSIAPAN PIDATO DI DEPAN UMUM: RINGKASAN POKOK


Ada delapan langkah yang diperlukan untuk menyiapkan suatu pidato di depan umum yang efektif. Anda mungkin tidak dengan mudah melangkah dari langkah 1 ke langkah 2 dan seterusnya hingga langkah 8. Akan tetapi, yang harus dilalui adalah sebagai berikut: langkah 1 ke langkah 2, kembali lagi ke langkah 1, ke langkah 3, kembali lagi ke langkah 2, dan seterusnya. Sebagai contoh, setelah Anda memilih topik dan tujuan (langkah 1), mungkin Anda beralih ke langkah 2 dan menganalisis khalayak Anda. Berdasarkan analisis ini, bisa saja Anda ingin kembali dan memodifikasi topik dan tujuannya, salah satu atau keduanya. Demikian juga, setelah Anda meneliti topiknya (langkah 3), mungkin Anda mendapati bahwa Anda memerlukan informasi tambahan mengenai khalayak sasaran dan harus kembali ke langkah 2.

Berikut ini disajikan kedelapan langkah tersebut untuk mendapatkan kerangka lengkap mengenai persiapan pidato. Pada unit-unit berikutnya langkah-langkah ini akan dikupas lebih lanjut disertai dengan berbagai contoh untuk memperjelas prosesnya.


 1. Memilih Topik dan Tujuan

Langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah memilih topik yang akan Anda sajikan dan tujuan umum maupun tujuan khususnya yang ingin Anda capai.

Topik. Pilihlah suatu topik yang cukup bernilai dan menarik bagi khalayak sasaran. jika pidato awal harus bersifat persuasif, maka akan lebih baik jika topiknya disepakati oleh Anda dan khalayak sasaran anda. Tujuan Anda lebih pada memperkuat sikap daripada mengubah sikap yang ada pada mereka. Cari lain adalah anda memilih topik yang bersifat netral bagi mereka. Tujuan Anda di sini adalah membujuk mereka agar merasa positif atau negatif. 

Pastikan bahwa topik yang Anda sajikan cukup tajam dan spesifik sehingga lebih mudah dikendalikan. Jangan mencakup berbagai hal yang terlalu banyak. Topik yang cukup sempit dan mendalam lebih baik daripada topik yang terlalu luas.

Tujuan.  Berbicara di depan umum memiliki dua tujuan, yaitu tujuan informatif dan tujuan persuasif. Pidato yang bersifat informatif berusaha untuk menciptakan pemahaman (sifatnya memberikan penjelasan, mempertegas, mengoreksi kesalahpahaman, mendemonstrasikan cara kerja,atau menjelaskan bagaimana terjadinya suatu hal. Dalam pidato semacam ini, kita akan sangat menekankan pada bahan-bahan yang sifatnya memperkuat) contoh- contoh, ilustrasi, definisi, kesaksian, visualisasi, dan sejenisnya.

Sebaliknya, pidato yang bersifat persuasif berusaha untuk mempengaruhi sikap dan perilaku. Pidato semacam ini bisa dimaksudkan untuk menguatkan sikap yang sudah ada atau mengubah keyakinan para khalayak, atau dimaksudkan agar khalayak melakukan sesuatu. Pada pidato yang bersifat persuasi, kita akan lebih menekankan pada bahan-bahan yang menyajikan bukti-bukti (misalnya saja, pendapat, fakta, dan himbauan psikologis). Tentunya pidato persuasif juga mengetengahkan sajian yang sifatnya memperkuat, memberikan ilustrasi, dan menyodorkan informasi kepada khalayak. Akan tetapi tujuan pokoknya adalah menguatkan atau mengubah sikap dan perilaku, sehingga penggunaan fakta, pendapat, dan imbauan motivasional harus bersifat memperkuat tujuan persuasifnya.

Mempertajam Topik. Baik tujuan informatif maupun persuasif, topik yang Anda sajikan harus mempunyai tujuan yang spesifik dan tajam. Jika tujuan spesifik Anda cukup tajam, maka Anda bisa menyajikan dari topik yang cakupannya relatif sempit tetapi mendalam.

Pilihlah beberapa isu pokok dari topik tersebut kemudian berikan ilustrasi, penjelasan, uraian, dan perkuat isu tersebut dengan berbagai cara. Jadi, misalnya saja, janganlah mencoba menyajikan informasi kepada khalayak tentang sebab-sebab peperangan (topik ini terlalu luas). Akan tetapi, sajikanlah sebab-sebab untuk perang tertentu atau satu sebab yang terjadi pada beberapa peperangan. Jangan berusaha untuk memberikan informasi kepada khalayak tentang sifat-sifat obat. Sekali lagi topik semacam ini terlalu luas. Tetapi, pilihlah satu jenis obat, kemudian berikan penjelasan, misalnya saja mengenai struktur dan berbagai akibatnya.


2. Analisis Khalayak

Jika Anda bermaksud memberikan informasi atau mempengaruhi khalayak, maka Anda harus mengetahui siapa mereka. Apa yang mereka sudah ketahui? Apa yang kira-kira mereka ingin ketahui? Pendapat, sikap. Dan keyakinan apa yang sekarang mereka miliki? Di mana posisi mereka pada masalah yang akan Anda sajikan? Tegasnya, Anda harus memperhatikan beberapa variabel berikut.

Umur. Berapa usia rata-rata para khalayak? Seberapa heterogen usia mereka? Apakah mereka terdiri dari beberapa kelompok umur yang diperlakukan secara berbeda? Apakah usia rata-rata mereka memberikan pembatasan pada topiknya? Pada bahasa yang sebaiknya digunakan? Pada contoh-contoh dan ilustrasi yang harus dipilih?

Jenis Kelamin. Apakah para khalayak didominasi oleh jenis kelamin tertentu? Apakah pria atau wanita akan memandang topiknya secara berbeda? Jika demikian, dari segi apa? Apakah pria atau wanita memiliki perbedaan dalam hal latar belakang, pengalaman, dan pengetahuan mengenai topik tersebut? Bagaimana hal ini akan mempengaruhi cara penyajian topiknya?

Faktor Budaya. Apakah khalayak terdiri dari kelompok etnis dan suku tertentu? Apa implikasinya terhadap topiknya? Terhadap tujuannya? Terhadap metode penyajiannya? Apakah pengalaman, latar belakang, dan pengetahuan beberapa kelompok tersebut berbeda-beda sehingga Anda perlu menyesuaikan kerangka pidato Anda? Apakah khalayak akan memandang Anda sama dengan mereka atau menganggap Anda sebagai orang luar (sebagai seorang berada di luar kultur mereka) lalu, apa implikasinya?

Pekerjaan, Pendapatan, dan Status. Apakah pekerjaan para khalayak pada umumnya? Bagaimana pekerjaan mereka ini mempengaruhi penyajian Anda? Apakah pendapatan mereka memiliki implikasi terhadap topik yang dipilih, atau terhadap cara penyajiannya? Apakah status mereka pada umumnya – Apakah hal ini mempengaruhi cara penyajian Anda?

Agama. Apa agama yang umumnya dipeluk oleh para khalayak? Apa implikasinya terhadap materi pidato Anda? Apa kekuatan dari keyakinan mereka?bagaimana kira-kira hal ini jika dikaitkan dengan topiknya?

Peristiwa. Apakah ini merupakan peristiwa khusus? Apakah peristiwa ini memberikan pembatasan mengenai materi yang Anda anggap cocok? Apakah ada implikasi dari peristiwa ini terhadap cara penyiapan dan cara penyajiannya?

Konteks. Apakah konteksnya akan mempengaruhi apa yang akan dibahas atau cara menyajikan materinya? Apakah konteksnya memberikan pembatasan tertentu? Adakah alat bantu untuk memperagakan gambar-gambar? Apakah tersedia papan tulis? Apakah penerangan di ruangan cukup? Apakah tempat duduk cukup untuk mereka yang akan hadir? Adakah disediakan podium? Apakah diperlukan pengeras suara?

Faktor-faktor lain. Apa faktor lain yang mempengaruhi cara Anda menyiapkan atau menyajikan materinya? Apakah status perkawinan relevan dalam hal ini? Apakah para khalayak mempunyai minta tertentu yang perlu digarisbawahi dalam penyajian materinya?


3. Penelitian Topik

Jika suatu pidato harus bermutu, dan jika Anda dan khalayak harus memperoleh manfaat dari materi pidato itu, maka Anda harus melakukan penelitian mengenai topiknya. Pertama, bacalah beberapa sumber (artikel, ensiklopedia, atau artikel umum di jurnal atau majalah). Anda harus mengacu pada beberapa referensi dalam artikel atau mencari beberapa buku mengenai topik tersebut di katalog perpustakaan.  Barangkali Anda juga harus berkonsultasi sekali atau lebih dengan literatur periodik yang diterbitkan beberapa artikel di jurnal, majalah, atau surat kabar. Untuk beberapa topik tertentu, Anda perlu berkonsultasi secara individual. Dosen, politikus, dokter, atau pakar lainnya yang mempunyai informasi penting yang diperlukan.


4. Rumuskan Tesis Anda dan Identifikasi Masalah Pokoknya

Tesis dan pidato Anda merupakan isi pokok penyajian Anda. Isis pokok itulah yang Anda harapkan dapat diketahui oleh khalayak. Jika isi pokoknya bersifat informatif, maka tesis Anda harus merupakan ide pokok yang harus dipahami oleh khalayak- misalnya, darah manusia terdiri dari empat unsur, atau pidato dapat disajikan menurut empat cara umum.

Jika pidato Anda bersifat persuasif, maka tesis Anda harus merupakan usulan Anda yang harus dapat diterima oleh khalayak- misalnya, kita membeli merek X, atau Kita harus menyokong dana atletik kampus.


5. Dukunglah gagasan pokoknya

Sekarang Anda telah menentukan tesis dan beberapa gagasan pokonya dan tugas Anda berikutnya adalah mendukung setiap gagasan pokok tersebut. Berikanlah perhatian untuk memberi tahu khalayak apa yang perlu mereka ketahui tentang plasma dan sel darap putih (Contoh). Atau dalam pidato yang bersifat persuasif misalnya, yakinlah mereka bahwa barang merek X pada kenyataannya tahan lama dan memberikan fungsi yang lebih baik.

Pada pembicaraan yang bersifat informatif, dukungan Anda selalu bersifat memperkuat (menguraikan, memberikan ilustrasi, mendefinisikan, memberi contoh-contoh) berbagai konsep yang sedang dibicarakan. Pada pembicaraan yang bersifat persuasif dukungan Anda harus berupa bukti, dan penampilan yang memotivasi, dan segala sesuatu yang menimbulkan kepercayaan dan reputasi pada pembicaranya. Pada umumnya, kita mendukung gagasan pokok dengan memberikan alasan dengan contoh yang spesifik, dengan prinsip-prinsip umum, dengan menggunakan analogi, dan dengan menunjukkan sebab akibat.


6. Organisasikan Bahan Pembicaraan

Agar para khalayak memehami dan mengingat apa yang Anda bicarakan maka Anda harus mengorganisasikan bahan-bahan yang akan disajikan (Whitman & Timmis, 1975) berikut disajikan tiga pola yang bisa digunakan dalam mengorganisasikan kerangka suatu pembicaraan (Boyd & Renz, 1985).

Pola Temporal. Cara yang populer dalam mengorganisasi pembicaraan yang bersifat informatif adalah menyusun pokok-pokok bahasan berdasarkan hubungan temporal. Pada umumnya, apabila pola ini digunakan maka pembicaraanakan dibagi ke dalam dua atau tiga bagian. Anda bisa mengawalinya dengan masa lalu kemudian diikuti dengan kondisi saat ini atau yang akan datang atau mulai dengan kondisi sekarang atau masa yang akan datang kemudian kembali ke masa lalu. Suatu pembicaraan mengenai perkembangan cara bicara dan bahasa pada anak-anak bisa diorganisasi menurut pola temporal. Pokok bahasanya bisa disusunsebagai berikut:

I.                 Ocehan adalah tahapan yang pertama

II.               Lalasi adalah tahapan yang kedua

III.             Echolalia adalah tahap yang ketiga

IV.             Komunikasi adalah tahap yang keempat.

Pola Pemecahan Masalah. Pola yang sering digunakan dalam pembicaraan yang bersifat persuasif adalah menyajikan beberapa ide pokok dalam bentuk pemecahan masalah. Pembicaraan dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian berbicara tentang permasalahannya dan bagian kedua berbicara tentang pemecahannya. Misalnya saja kita sedang berusaha untuk mempengaruhi khalayak bahwa para guru harus diberi gaji yang lebih tinggi dan kenaikan berbagai tunjangan. Dalam hal ini pola pemacahan masalah akan lebih sesuai. Misalnya Anda pertama-tama akan mengatakan adanya permasalahan pendidikan akhir-akhir ini: Banyak perusahaan merekrut lulusan yang bermutu dari perguruan tinggi terkemuka, banyak guru meninggalkan profesinya setelah dua atau tiga tahun, dan kegiatan mengajar akhirnya dianggap sebagai pekerjaan kelas dua. Pada bagian kedua dari pembicaraan, Anda mungkin mempertimbangkan beberapa saran pemecahan yang mungkin. Gaji guru harus bersaing dengan gaji yang ditawarkan di sektor industri, tunjangan yang diberikan kepada guru harus cukup menarik dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh sektor industri, dan status profesi mengajar harus ditingkatkan.

I.                 Ada tiga masalah yang dihadapi di bidang pendidikan

A.     Industri menawarkan imbalan yang menarik kepada lulusan terbaik.

B.     Banyak guru bermutu yang meninggalkan bidang pekerjaan mereka setelah dua atau tiga tahun.

C.     Mengajar sekarang merupakan pekerjaan kelas dua.

II.               Ada dua pemecahan pokok dalam menghadapi masalah ini.

A.     Gaji guru harus dinaikkan.

B.     Tunjangan bagi para guru harus menarik.

C.     Status profesi mengajar harus ditingkatkan.

Pola Topik. Barangkali pola yang paling populer dalam mengorganisasi adalah pola topik, yang membagi pembicaraan ke dalam beberapa topik pokok. Misalnya saja, pembagian pemerintahan akan lebih cocok jika disajikan dalam pola topik:

I.                 Kekuasaan legislatif dikendalikan oleh DPR.

II.               Kekuasaan eksekutif dikendalikan oleh Presiden.

III.              Kekuasaan yudikatif dikendalikan oleh Mahkamah Agung.

Berbagai topik mengenai masalah lulusan universitas, kegiatan studi loiteratur, dan agama di dunia, merupakan contoh yang sebaiknya diorganisasi menurut pola topik. Setiap topik dibagi menjadi beberapa subtopik atau bagian yang masing-masing sama pentingnya.


7. Kalimat dalam Pidato

Bahasa dan kalimat yang disampaikan untuk menyajikan gagasan pokok Anda, termasuk juga bahan-bahan pendukungnya, harus dengan mudah dipahami oleh para khalayak. Mereka hanya mendengarkan pembicaraan Anda sekali saja, sehingga susunlah kalimat sederhana yang mudah dicerna. Jangan membuat bingung khalayak, meskipun yang Anda sampaikan cukup rumit, sajikanlah sederhana mungkin sehingga mudah dimengerti.

Gunakanlah kata-kata yang sederhana daripada yang rumit, dan jelas daripada yang samar. Gunakanlah bahasa yang personal dan informal daripada menggunakan yang formal. Kalimat yang digunakan sebaiknya yang sederhana dan aktif daripada menggunakan kalimat yang rumit dan pasif.

Berhati-hatilah agar jangan sampai menyinggung khalayak. Perlu diingat bahwa tidak semua dokter itu pria, dan tidak semua sekretaris itu wanita. Tidak semua orang berkeluarga atau ingin menikah. Tidak semua orang menyukai orang tua, anak-anak, dan binatang peliharaan.


8. Susunlah Kesimpulan dan Introduksi

Suatu pembicaraan pidato, atau presentasi, sama saja halnya dengan penyajian tertulis yang harus diawali dengan introduksi, dilanjutkan dengan isinya dan diakhiri dengan kesimpulan. Berikut adalah beberapa saran untuk mengembangkan kesimpulan dan introduksi.

Kesimpulan. Kesimpulan suatu pembicaraan sangat penting, karena dengan kesimpulan itu pendengar akan mengingat dengan jelas apa yang baru diketahuinya. Kesimpulan sering kali akan menentukan citra Anda dan apa yang dipahami oleh pendengar.

Pada kesimpulan (1) berikanlah beberpa ringkasan yang penting dari isi pembicaran, barangkali berupa gagasan pokok atau mungkin hanya sekadar ide dasar yang Anda sampaikan, dan (2) sajikan sari dari pembicaraan Anda secara singkat dan jelas.

Introduksi. Introduksi suatu pembicaraan, seperti halnya orang masuk kelas hari pertama atau orang pacaran untuk pertama kalinya. Tahap ini menentukan irama berikut yang akan diikuti dan harus memberikan kerangka bagi pendengarnya dan harus membantuk sikap positif mereka baik terhadap isi pembicaraan maupun pembicaranya.

Dengan menyajikan tahap introduksi, Anda akan mengendalikan seluruh pembicaarn di hadapan Anda dan akan bisa melihat unsur apa yang sebaiknya dimasukkan pada tahap introduksi. Pada tahap introduksi, lakukanlah dua hal. Pertama, tariklah perhatian para khalaya. Lakukan hal ini dengan menekankan pentingnya topik yang Anda sajikan, sampaikan suatu cerita relevan yang menarik, ambil beberapa fakta kecil atau statistik sederhana, atau gunakanlah beberapa peralatan yang sesuai yang dapat membantu menarik perhatian.

Kedua, berorientasilah pada pendengar. Berikan mereka sedikit gambaran mengenai apa yang akan Anda bicarakan.

 

Demikian merupakan tahap-tahap yang harus diperhatikan sebelum berpidato. Semoga Anda sukses dalam berpidato dan semoga artikel ini dapat membantu !

 

Sumber: A Devito, Joseph. 2011. Komunikasi Antar Manusia. Tangerang Selatan: KARISMA Publishing Group.

Senin, 04 Juli 2016

Studi, Pemikiran Barat dan Timur, Definisi dan Klasifikasi Komunikasi

A. Studi Komunikasi

Walaupun orang telah mempelajari komunikasi sejak zaman purbakala, namun perhatian terhadap pentingnya komunikasi baru muncul belakangan, yaitu pada awal abad ke-20. Barnett Pearce (1989) menyebutkan, munculnya peran komunikasi sebagai 'penemuan revolusioner' (revolutionary discovery) yang sebagian besar disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi, seperti radio, televisi telepon, satelit, dan jaringan komputer. Pada saat yang hampir bersamaan, muncul dan berkembang industrialisasi, tumbuhnya korporasi multinasional dan politik global.

Studi akademik yang lebih serius terhadap ilmu komunikasi dimulai setelah selesainya Perang Dunia I. Selain karena faktor kemajuan teknologi telekomunikasi, perhatian serius terhadap ilmu komunikasi juga ditunjang munculnya pemikiran pragmatisme dan progresivisme di kalangan para ahli ilmu sosial yang mendorong keinginan untuk memperbaiki masyarakat melalui perubahan sosial yang luas. Pada masa itu, para akademisi mulai melakukan penelitian atas kegiatan propaganda pemerintah dan pembentukan opini publik. Para peneliti juga memulai studi mengenai sikap dan opini untuk mengetahui bagaimana opini publik dapat dipengaruhi oleh media massa. Pada periode yang sama, ilmu-ilmu sosial semakin berkembang, terutama sosiologi dan psikologi sosial yang muncul sebagai pemimpin dalam studi komunikasi.

Riset sosiologi yang dilakukan pada tahun 1930-an kebanyakan menyelidiki cara komunikasi dapat memengaruhi individu dan masyarakat, sedangkan topik-topik riset yang populer dalam bidang psikologi sosial ketika itu, antara lain adalah riset mengenai efek film terhadap anak-anak, riset mengenai propaganda, persuasi, dan dinamika kelompok. Riset lain yang sering dilakukan pada periode ini adalah pada binatang pendidikan, misalnya penggunaan radio dalam pendidikan riset mengenai efek dan berbagai jenis komunikasi terhadap siswa di kelas pada masa ini juga dimulai pengajaran mengenai keahlian komunikasi dasar seperti public speaking dan diskusi kelompok.

Usai perang dunia II, ilmu-ilmu sosial telah semakin diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri minat para ahli terhadap ilmu psikologi dan sosial semakin kuat. Riset mengenai proses persuasi dan pengambilan keputusan (decision making) makin dalam kelompok menjadi perhatian utama tidak hanya di kalangan peneliti, tetapi juga masyarakat pada umumnya tidak lama setelah perang dunia ii, studi komunikasi menjadi semakin intensif.

Pendekatan terhadap studi komunikasi memiliki arah yang berbeda antara kelompok sarjana di Eropa dan kelompok sarjana di Amerika Serikat (AS). Di AS, para peneliti cenderung mempelajari komunikasi dengan metode kuantitatif untuk mendapatkan objektifitas walaupun para sarjana belum sependapat sepenuhnya mengenai standar ideal objektivitas namun metode kuantitatif telah digunakan di AS selama bertahun-tahun Sebaliknya, para sarjana dan peneliti sosial di Eropa lebih banyak dipengaruhi oleh sejarah dan budaya serta sangat dipengaruhi oleh ajaran marsixme. Selama bertahun-tahun perbedaan pandangan telah menimbulkan ketegangan antara dua tradisi keilmuan ini namun demikian, dalam perkembangannya kedua kelompok pemikiran ini saling memengaruhi.

B. Pemikiran Barat dan Timur

Pemikiran menganai studi komunikasi tidak hanya terbagi antara pemikiran Amerika dan Eropa, namun juga antara pemikiran Barat yang merupakan gabungan antara Amerika dan Eropa dengan pemikiran Timur, yaitu Asia.Studi komunikasi di Asia menunjukkan arah pemikiran dan perkembangan tersendiri yang berbeda dibandingkan dengan di Barat, setidaknya inilah yang dikemukakan Lawrence Kincaid (1987), yang menyatakan bahwa terdapat sejumlah perbedaan prinsip antara sarjana Barat dan Timur dalam memformulasikan studi komunikasi. Kincaid menunjukkan empat perbedaan dalam hal studi komunikasi antara Timur dan Barat.

1. Teori-teori komunikasi Timur cenderung untuk fokus pada keseluruhan (wholeness)yang menjurus kepada kesatuan (unity), sedangkan teori Barat sangat dipengaruhi oleh bagian-bagian (parts) dan tidak ingin menyatukan bagian-bagian itu untuk menjadi satu kesatuan.

2. Sebagian besar teori Barat terlalu menekankan pada visi individualisme. Orang Barat dianggap aktif dalam mencapai tujuan personalnya, sedangkan teori Timur memandang efek komunikasi sebagai tidak terencana sehingga menjadi konsekuensi alami dari berbagai peristiwa (natural consequences of events). Teori Timur menekankan pada penyatuan (konvergensi) antara emosi dan spiritual sebagai hasil dari efek komunikasi.

3. Antara teori Timur dan Barat terletak pada bahasa dan pikiran. Kebanyakan teori Barat didominasi bahasa, sedangkan teori Timur menilai simbol-simbol verbal sebagai hal yang tidak terlalu penting. Hal ini menjelaskan mengapa bersikap 'diam' menjadi begitu penting dalam komunikasi di Timur. Cara berfikir Barat juga tidak terlalu dipercaya dalam tradisi Timur, filsafat Asia lebih menekankan pada pandangan intuitif yang diperoleh dari pengalaman langsung.

4 Terakhir, konsep mengenai 'hubungan' (relationship) juga berbeda antara pemikiran Timur dan Barat, Di Barat, hubungan terjadi antara dua individu atau lebih. Sementara dalam tradisi Timur, hubungan itu tidak terjadi antara individu, tetapi antara posisi-posisi sosial yang terkait dengan peran, status, dan kekuasaan.

Saat ini, ilmu komunikasi telah berkembang dengan pesat dan minat untuk mempelajari komunikasi juga sudah sangat besar. Namun demikian, ilmu komunikasi pada umumnya merupakan il;mu yang multidisipliner. Hal demikian sekaligus menunjukkan kompleksitas ilmu komunikasi. Dari segi teori, tidak ada teori komunikasi yang betul-betul komprehensif. Mencari teori komunikasi terbaik bukanlah tindakan yang bermanfaat karena ilmu komunikasi pada dasarnya mencakup lebih dari satu aktivitas.

Setiap teori melihat proses komunikasi dari sudut yang berbeda-beda, dan setiap teori memberikan pengertian-pengertian berdasarkan sudut pandan yang dipilihnya. Tentu saja, tidak semua teori memiliki validitas dan manfaat yang sama. Para peneliti hanya akan memilih teori-teori tertentu yang dinilai lebih bemanfaat daripada lainnya untuk mendukung proyek penelitian tertentu. Bagaimanakah kita seharusnya bersikap di tengah banyaknya teori komunikasi itu? Menurut penulis, kita seharusnya bersikap menerima berbagai teori komunikasi tersebut atau bersikap multitheorical orientation daripada menghindari teori-teori yang banyak itu.

Munculnya ilmu komunikasi sebagai disiplin ilmu tersendiri tidak terlepas dari ilmu-ilmu lainnya. Para peneliti pada awalnya melihat komunikasi sebagai proses sekunder. Misalnya ilmu psikologi yang mempelajari tingkah laku individu akan menganggap komunikasi sebagai salah satu dari tingkah laku individu akan menganggap komunikasi sebagai salah satu dari tingkah laku individu tersebut. Ahli sosiologi akan lebih fokus pada masyarakat dan proses sosial, maka seorang sosiolog akan melihat komunikasi sebagai salah satu saja dari banyak faktor sosial. Para ahli antropologi lebih tertarik kepada budaya dan jika mereka meneliti komunikasi, maka mereka akan memperlakukan komunikasi sebagai salah satu aspek dari topik atau tema budaya yang lebih luas. Apakah ini berarti kita dapat menyimpulkan bahwa komunikasi menjadi kurang berarti dibandingkan dengan ilmu psikologi, sosiologi atau antropologi? tentu saja tidak.

Belakangan, banyak ahli yang mengakui bahwa komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, para ahli ini berasal dari berbagai disiplin ilmu seperti yang disebutkan di atas. Mereka melihat komunikasi sebagai topik utama dalam setiap penelitian mereka. Perhatian mereka yang intensif terhadap aspek komunikasi di bidang masing-masing berhasil memunculkan ilmu komunikasi sebagai salah satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Kini, ilmu komunikasi yang relatif belia ini telah menghasilkan begitu banyak teori. Dari sini, kita dapat memahami bagaimana ilmu komunikasi muncul dari penelitian yang dilakukan pada disiplin ilmu lain.

C. Definisi Komunikasi

Walaupun istilah 'komunikasi' sudah sangat akrab di telinga, namun membuat definisi mengenai komunikasi ternyata tidaklah semudah yang diperkirakan. Stephen W. Littlejohn mengatakan bahwa: communication is difficult to define. The word is abstract and, like most terms, posses numerous meanings (komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata 'komunikasi' bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak arti).

Kesulitan dalam mendefinisikan kata 'komunikasi', baik bagi kepentingan akademis maupun penelitian disebabkan oleh kata kerja 'to communicate' (berkomunikasi) sudah sangat mapan sebagai kosa kata yang sangat umum dan karenanya tidak mudah ditangkap maknanya untuk keperluan ilmiah. Kata komunikasi menjadi salah satu kata yang paling sering digunakan dalam percakapan, baik dalam bahasa inggris maupun bahasa indonesia. Para ahli telah melakukan berbagai upaya untuk mendefinisikan komunikasi, namun membangun suatu definisi tunggal mengenai komunikasi terbukti tidak mungkin dilakukan dan mungkin juga tidak terlalu bermanfaat.

Frank Dance (1970) melakukan terobosan penting dalam upayanya memberikan klarifikasi terhadap pengertian komunikasi. Ia mengklasifikasikan teori komunikasi yang banyak itu berdasarkan sifat-sifatnya. Dance mengajukan sejumlah elemen dasar yang digunakan untuk membedakan komunikasi. Ia menemukan tiga hal yang disebutnya dengan 'diferensiasi konseptual kritis' (critical conceptual differentiation) yang membentuk dimensi dasar teori komunikasi, yang terdiri atas: 1) dimensi level observasi; 2) dimensi kesengajaan; dan 3) dimensi penilaian normatif.

1. Dimensi Level Observasi

Menurut Dance, beberapa definisi mengenai komunikasi bersifatt sangat luas (inclusive), sementara definisi lainnya bersifat terbatas, misalnya definisi komunikasi yang menyatakan komunikasi adalah the process that links discontinous parts of the living world to one another (proses yang menghubungkan bagian-bagian yang terputus dari dunia yang hidup satu sama lainnya) dinilai sebagai definisi yang terlalu umum atau luas. Sebaliknya, definisi yang menyatakan communication as the means of sending military messages, orders etc, as by telephone, telegraph, radio, couriers. (komunikasi adalah alat untuk mengirim pesan militer, perintah dan sebagainya melalui telepon, telegraf, radio, kurir) sebagai terlalu sempit.

2 Dimensi Kesengajaan (Intentionality)

Sebagai definisi mengenai komunikasi yang dikemukakan para ahli hanya memasukkan faktor pengiriman dan penerimaan pesan yang memiliki kesengajaan atau maksud tertentu (purposeful), sementara definisi lain tidak memasukkan batasan ini. Definisi berikut ini merupakan contoh definisi yang memasukkan faktor kesengajaan atau maksud tertentu, misalnya komunikasi adalah those situations in which a source transmits a massege to a receiver with conscious intent to affect the latter's behaviours (situasi di mana sumber mengirimkan pesan kepada penerima dengan sengaja untuk memengaruhi tingkah laku penerima). Sedangkan definisi yang tidak memerlukan kesengajaan atau maksud tertentu, misalnya it is process that makes common two or several what was the monopoly of one or some (komunikasi adalah proses yang membuat dua atau beberapa orang memahami apa yang menjadi monopoli satu atau beberapa orang lain)

3. Dimensi Penilaian Normatif (Normative Judgement)

Sebagian definisi mengenai komunikasi memasukkan pernyataan keberhasilan atau keakuratan (accuracy), sedangkan definisi lainnya tidak memiliki penilaian implisit semacam itu. Definisi berikut ini, misalnya, menganggap proses komunikasi selalu berakhir dengan kesuksesan: communication is the verbal interchange of athought or idea (komunikasi adalah pertukaran verbal dari pemikiran dan gagasan). Asumsi dari definisi ini adalah pemikiran atau gagasan itu selalu berhasil dipertukarkan. Definisi lainnya, sebaliknya tidak menilai hasil komunikasi itu akan berhasil atau tidak, misalnya communication is the transmission of information. Di sini terjadi pengiriman informasi, namun pengiriman itu tidak harus berhasil (diterima atau dipahami).

D. Klasifikasi Teori Komunikasi

Dalam perkembangannya, para ahli komunikasi telah melahirkan banyak teori. Namun, di antara berbagai teori komunikasi yang banyak itu, ternyata tidak ada teori yang persis sama menjelaskan komunikasi. Teori-teori itu berbeda karena, antara lain memiliki perspektif yang berbeda dalam melihat komunikasi. Berbagai teori itu sendiri dapat diorganisasi atau dikelompokkan (diklasifikasi) berdasarkan apa yang menjadi fokus perhatian para ahli yang mengemukakan teori itu. Menrut Stephen Littlejohn, dalam bukunya Theories of Human Communication, teori-teori komunikasi dapat diklasifikasikan atau diorganisasikan ke dalam empat kelompok.
  • Teori komunikasi berdasarkan jenis (genre of communication theory)
  • Teori berdasarkan tingkatan (level of communication)
  • Teori komunikasi inti (core communication theory)
  • Teori komunikasi komunikasi struktur (intellectual structure of communication field)
1. Teori Komunikasi Berdasarkan Jenis

Ditinjau dari jenisnya, maka teori teori komunikasi dapat dibagi ke dalam lima jenis. Pembagian berdasarkan jenis ini disebut juga dengan pendekatan filosofis (philosophical approaches). Pembagian berdasarkan cara ini dapat membantu kita melihat persamaan dan perbedaan di antara berbagai teori komunikasi. James Anderson (1996) menyebut pembagian teori berdasarkan jenis ini dengan nama 'wilayah teori konvensional' (convensionalized theory of domain) atau teori famili, yang terdiri atas: a) teori struktural dan fungsional;  b) teori kognitif dan tingkah laku; c) teori interaksi; d) teori interpretatif; dan e) teori kritis. Pada bagian ini kita akan membahas masing-masing teori tersebut satu per satu.

a. Teori Struktural dan Fungsional

Para ahli komunikasi yang masuk dalam kategori ini melihat komunikasi sebagai suatu proses di mana individu menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Mereka menilai bahwa proses komunikasi yang baik sangat tergantung pada penggunaan bahasa atau simbol secara baik dan tepat. Walaupun paham mengenai struktural (strukturalisme) dan paham fungsional (fungsionalisme) sering dianggap sebagai satu kesatuan, namun kedua pandangan ini memiliki fokus perhatian yang berbeda. Strukturalisme yang berakar pada ilmu linguistik sangat menekankan pada organisasi bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme yang berakar pada ilmu hayat (biologi) menekankan pada cara berbagai sistem yang terorganisasi bekerja untuk mempertahankan diri.

Suatu sistem terdiri atas sejumlah variabel yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam suatu jaringan hubungan. Perubahan pada salah satu variabel menyebabkan perubahan pada sistem bersangkutan. Gabungan diri kedua pendekatan ini- struktural dan fungsional- akan menghasilkan gambaran suatu sistem sebagai suatu struktur dari sejumlah variabel atau elemen yang memiliki hubungan fungsional, misalnya kita ingin meneliti suatu organisasi sebagai suatu sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan, seperti unit, bagian atau departemen. Selain itu, hierarki, aktivitas kerja dan suasana kerja serta produk dari organisasi itu. Berbagai bagian pada organisasi itu saling berkombinasi yang menghasilkan efek-efek tertentu seperti kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan.

Menurut pandangan strukturalisme, hubungan antara individu disusun dalam cara-cara tertentu sebagaimana bangunan yang terdiri atas berbagai material yang digabung-gabung sehingga menjadi suatu bangunan. Di sini, hubungan dipandang sebagai suatu struktur sosial. Hubungan ini tidak bersifat statis, namun memiliki atribut tertentu, seperti ikatan, ketergantungan, kekuatan, kepercayaan, dan sebagainya.

Emile Durkheim(1964) yang mengemukakan teori mengenai konsep struktur sosial dan Ferdinand de Sassure (1960) yang mengembangkan teori mengenai struktur linguistik diakui oleh penganut paham strukturalisme modern sebagai dua tokoh kunci dalam bidang ini. Teori-teori dalam kategori struktural dan fungsional memiliki beberapa karakteristik, antara lain bahwa paham ini menganggap bahwa suatu sistem memiliki stabilitas yang selalu terjaga (sinkroni) dan jarang sekali terjadi perubahan (diskroni). Littlejohn memberikan contoh penelitian atas karakteristik ini, misalnya hasil penelitian menyimpulkan bahwa sesorang yang memiliki status lebih tinggi dalam suatu organisasi atau perusahaan akan lebih sering melanggar wilayah kewenangan dari orang yang memiliki status lebih rendah, sedangkan orang-orang yang memiliki status lebih rendah akan jarang sekali melanggar wilayah kewenangan dari karyawan yang memiliki status lebih rendah akan jarang sekali melanggar wilayah kewenangan dari karyawan yang memiliki status lebih tinggi.

Teori struktural-fungsional lebih menekankan pada akibat dari tindakan yang tidak disengaja (unintended consequences) daripada hasil atau akibat yang disengaja. Kalangan strukturalis tidak percaya pada konsep-konsep seperti 'subjektivitas' dan 'kesadaran' serta berupaya mencari faktor-faktor yang berada di luar kontrol dan kesadaran dari orang yang terlibat. Karena alasan inilah, teori struktural dan fungsional sering disebut sebagai antihumanis.

Mereka yang berada pada kelompok teori struktural-fungsional percaya pada kenyataan yang independen. Menurut mereka, pengetahuan ditemukan melalui pengamatan yang hati-hati. Mengambil contoh sebelumnya mengenai status sesorang pada suatu organisasi, para peneliti di kelompok ini akan meneliti faktor-faktor yang telah berkembang pada organisasi, namun tidak disadari keberadaannya oleh pekerja.

b. Teori Kognitif dan Tingkah Laku

Jika teori struktural dan fungsional lebih cenderung lebih memusatkan perhatian pada struktur sosial dan kebudayaan, maka teori kognitif dan tingkah laku (behavior) cenderung untuk memusatkan perhatiannya pada individu dan karenanya, ilmu psikologi tingkah laku (psychological behaviorism) memiliki fokus perhatian pada hubungan antara stimuli (input) dan respons (output) yang terwujud dalam bentuk tingkah laku. Dengan demikian, teori kognitif mengakui hubungan yang kuat antarabstimuli dan respons namun teori ini lebih menekankan pada terjadinya proses penyampaian informasi di antara keduanya.

Istilah kognitif berasal dari kata cognition, yang berarti pikiran. Jadi, teori kognitif memfokuskan usahanya untuk mempelajari bagaimana orang berfikir. Hingga pertengahan tahun 1860-an, istilah behaviorism atau paham menganai tingkah laku lebih sering digunakan daripada istilah cognitive. Namun, saat ini, sebagian besar ahli psikologi dan komunikasi dalam bidang ini menyebut diri mereka ahli cognitive atau cognitivists.

Penelitian kognitif dilakukan dengan metode analisis variabel (variable analytic) yang mencoba untuk menentukan variabel-variabel penting yang terlibat dalam prose berpikir manusia serta menunjukkan bagaimana variabel-variabel itu bekerja. Para peneliti pada bidang ini juga tertarik untuk mencari hubungan antara pikiran dan tindakan. Teori kognitif juga memberikan perkiraan jenis-jenis pesan atau informasi yang berpengaruh pada bagaimana orang berpikir.

c. Teori Interaksi

Teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori interaksi memandang kehidupan sosial sebagai suatu proses interaksi. Dengan demikian, komunikasi merupakan bentuk interaksi. Komunikasi adalah kendaraan atau alat yang digunakan untuk bertingkah laku dan untuk memahami serta mengenai makna terhadap segala sesuatu di sekitar kita.

Para teoritisi di bidang ini memandang komunikasi berfungsi sebagai perekat atau atau lem dalam masyarakat. Masyarakat tidak akan ada tanpa komunikasi atau interaksi ini. Struktur sosial seperti organisasi, kelompok, keluarga dan institusi masyarakat lainnya tidak terjadi dengan sendirinya (preexist); mereka diciptakan dan dipelihara melalui interaksi. Kelompok teori interaksi merupakan salah satu teori penting dalam ilmu komunikasi karena teori ini membuat komunikasi sebagai kekuatan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.

Teori interaksi memandang struktur sosial sebagai produk, bukan penentu dalam interaksi. Struktur sosial tidak memungkinkan komunikasi untuk terjadi, namun komunikasi untuk terjadi, namun komunikasi memungkinkan struktur sosial untuk terwujud. Misalnya, satu keluarga dibentuk berdasarkan bagaimana anggota keluarga itu berkomunikasi.

Fokus perhatian teori ini adalah bahasa digunakan untuk membentuk struktur sosial dan bagaimana bahasa dan sistem simbol lainnya diproduksi, dipelihara dan diubah selama penggunaannya. Arti atau makna yang dikirimkan kepada orang lain bukanlah sesuatu yang bersifat objektif, namun dibentuk selama proses komunikasi berlangsung, misalnya bagaimana anda memandang orang tua ditentukan melalui komunikasi yang dilakukan delama bertahun-tahun dan juga pembicaraan yang anda lakukan dengan orang lain mengenai orang tua anda itu.

Interaksi akan mengarah pada makna yang dipahami bersama dan sekaligus memperkuat makna bersama itu. Interaksi juga membangun berbagai konvensi yang merupakan standar makna dan tindakan, seperti peraturan, peran orang-orang tertentu, serta norma-norma yang memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih jauh. Menurut pandangan teori interaksi ini, makna akan selalu berubah dari waktu ke waktu, dari satu situasi ke situasi lainnya, dan dari satu kelompok ke kelompok lainnya, maka begitu pula pengetahuan. Pengetahuan menjadi bersifat situasional, dengan kata lain, tidak universal.

Para sarjana yang berada dalam kelompok teori interaksi ini cenderung untuk menggambarkan mankan dan tindakan yang berlangsung hanya dalam kelompok sosial atau kelompok budaya tertentu dan tidak ingin membuat perkiraan atau kesimpulan-kesimpulan berdasarkan teori atau aturan yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, teori mengenai komunikasi organisasi mungkin menunjukkan bahwa budaya organisasi dibentuk melalui penuturan atau cerita (sorytelling) dan upacara (ritual). Karena cerita dan upacara itu berbeda pada organisasi yang berbeda maka setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang berbeda. Teori jenis ini dapat digunakan untuk menyusuri penyebab perubahan kultur yang terjadi pada suatu organisasi dalam periode waktu tertentu, khususnya pada saat pengelola atau manajemen suatu organisasi atau perusahaan menggantikannya manajemen sebelumnya, di mana cerita serta ritual baru mulai dikembangkan.

d. Teori Interpretasi

Teori komunikasi yang masuk ke dalam kelompok teori interpretasi (interpretive theories) mencoba menemukan makna dari tindakan dan teks, mulai dari makana yang terdapat pada dokumen tua hinga tingkah laku remaja. Teori interpretasi menjelaskan proses mana pemahaman (understanding) terjadi. Teori ini membuat perbedaan yang tajam antara aturan-aturan yang mengatur peristiwa, namun untuk mengungkapkan bagaimana orang memahami pengalamannya sendiri.

Para pendukung teori interpretasi sangat mengandalkan pada subjektivitas atau keunggulan dari pengalaman masing-masing individu. Mereka biasanya menekankan pada bahasa sebagai pusat dari pengalaman dan mempercayai bahwasanya bahasa menciptakan suatu dunia makna di mana seseorang itu berada dan di mana seluruh pengalaman dipahami. Para teoritisi dalam kelompok ini menjelaskan proses di mana pikiran mengungkapkan makna dari pengalaman yang dilalui. Terkadang pemahaman melibatkan upaya untuk memberikan interpretasi terhadap suatu budaya hingga interpretasi atas tulisan kuno atau berbagai benda sejarah.

Teori ini cenderung menghindari penilaian yang bersifat menentukan terhadap gejala yang diamati. Interpretasi terhadap suatu gejala berdasarkan ketentuan yang bersifat sementara (tentative) dan relatif. Sejumlah teori dalam ilmu komunikasi termasuk dalam kelompok teori interpretasi ini, antara lain teori interpretasi budaya (cultural interpretation), teori mengenai budaya organisasi, serta teori interpretasi tekstual. Salah satu topik riset terkait dengan teori interpretasi ini misalnya adalah meneliti tindakan komunikasi dari berbagai budaya yang berbeda dan berupaya untuk memahami apa maknanya bagi para anggota masyarakat budaya bersangkutan. Teori interpretasi dan teori interaksi memiliki hubungan yang cukup dekat karena keduanya memiliki perhatian yang sama atas bahasa dan makna serta penggunaan keduanya bagi metode interpretasi.

e. Teori Kritis

Teori kritis atau crythical theory merupakan sekumpulan gagasan yang disatukan oleh kepentingan bersama untuk memajukan atau meningkatkan kualitas komunikasi dan kualitas kehidupan manusia. Teori ini memberikan fokus perhatian pada isu-isu seputar ketidakadilan dan penindasan yang terjadi di masyarakat. Para penganut teori kritis tidak hanya meneliti atau mengamati, tetapi mereka juga melancarkan kritik.

Kebanyakan pendukung teori kritis mengkhawatirkan adanya konflik kepentingan dalam masyarakat dan cara-cara komunikasi yang melanggengkan dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya. kebanyakan teori kritis memiliki dasar pada ajaran atau paham Marxisme, namun sebaian besar pemikiran dalam teori kritis berasal dari luar pemikiran asli Marxist.

Salah satu cabang penting dalam pemikiran kritis ini adalah apa yang disebut dengan aliran feminis (feminist scholarship), yang menieliti dan mempertanyakan pembagian pengalaman ke dalam kategori wanita (feminime) dan pria (maschuline). Kelompok feminist scholar mengkhawatirkan tindakan penindasan dan distribusi kekuasaaan di masyarakat. Kebanyakan teori kritis memiliki orientasi struktural dan fungsional karena mereka memberikan perhatian pada struktur sosial yang memengaruhi kelas sosial dan hubungan gender dalam masyarakat.

Teori kritis juga meminjam sebagian gagasan yang terdapat pada teori interaksi karena kelompok teori ini juga mengakui pentingnya aspek budaya dan materi serta tindakan sehari-hari masyarakat yang membrikan pengaruh terhadap perubahan budaya. Teori kritis juga memiliki pandangan yang sama dengan teori interpretasi yang memiliki perhatian besar pada bahasa dan cara-cara bahasa memengaruhi pengalaman.



Pembagian teori komunikasi berdasarkan jenis menjadi lima kelompok teori komunikasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Masing-masing teori memungkinkan peneliti untuk lebih mengembangkan salah satu aspek pengamatan, tetapi kurang dapat memberikan jawaban yang lebih memuaskan pada aspek lainnya. Teori struktural dan fungsional lebih menekankan pada kategori umum dan hubungan diantara berbagai variabel pada sistem apapun. Teori ini memiliki kelemahan dalam mengungkapkan peristiwa yang terjadi pada diri individu atau menurut ungkapan Littlejohn, teori ini tidak memiliki kemampuan untuk menunjukkan "tone and  colour of individual events", yaitu sifat dan warna dari peristiwa yang terjadi atas diri individu. Misalnya, pada komunikasi organisasi, teori fungsional dapat secara efektif menunujukkan efek dari gaya kepemimpinan (managerial styles) terhadap produktivitas kerja. Menurut teori fungsional, gaya kepemimpinan tertentu dapat meningkatkan produktivitas atau sebaliknya, menurunkan produktivitas kerja. Dengan kata lain, fungsi manajerial berpengaruh pada produktivitas. Namun, teori fungsional tidak membantu untuk memahami perasaan individu karyawan terhadap tindakan atau sikap atasannya. Teori ini tidak melihat pengalaman pribadi pekerja, misalnya bagaimana cara mereka mengatasi persoalan agar tetap bertahan untuk bekerja.

Teori kognitif memberikan penjelasan mengenai aspek-aspek umum bagaimana orang berpikir. Teori-teori yang berada dalam kelompok teori kognitif memberikan penjelasan panjang lebar mengenai psikologi individu, namun tidak banyak  memberikan penjelasan mengenai dinamika yang terjadi pada kelompok-kelompok masyarakat. Teori kognitif dirancang untuk menunjukkan secara umum bagaimana orang berpikir, namun teori ini tidak cocok untuk menjelaskan bagaimana sekelompokorang dapat melakukan tindakan secara bersama-sama. Misalnya, teori kognitif yang membahas bagaimana seseorang mengolah pesan dapat menjelaskan bagaimana seseorang menimbang-nimbang atau memilih informasi untuk kemudian membentuk sikap atau suatu topik tertentu, namun teori ini tidak dapat mengungkapkan bagaimana suatu makna atau arti diciptakan melalui interaksi dalam kelompok atau bagaimana sikap dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya.